Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

settia

Yang Belia, yang Ikut Serta

 “Pergaulan Randa memang berada di lingkaran semacam itu. Anak-anak muda yang dianggap tidak hits adalah mereka yang sibuk mengurusi masalah-masalah yang tidak bisa mendongkrak nilai pergaulan dengan cara mereka; lingkungan yang menertawakan kutu buku.”

- Nita Juniarti -

Yang Belia, yang Ikut Serta

"Jika budaya anda tidak menyukai orang-orang kutu buku, anda berada pada masalah yang serius."
(Bill Gates, Pendiri Microsoft)

Sebuah kutipan dari Bill Gates itu menjadi salah satu pemukul bagi Randa yang membuatnya tetap bertahan mengurus Sigupai Mambaco, terutama untuk program BukLing (Buku Keliling). Randa, lelaki kelahiran 11 Februari 2002 itu merasa malu dan merasa tidak ada yang bisa dilakukan dengan gerakan literasi itu. Namun ternyata, Nita, sang kakak yang menjadi pendiri Sigupai Mambaco tidak menyerah untuk terus mengajaknya melakukan pengabdian. 

Pada mulanya Randa terjerat di antara rasa ragu dan kewajiban untuk menemani kakaknya sebagaimana yang diamanahkan sang ibu. Bahkan Randa sempat protes ketika Nita semangat sekali melapak buku tanpa rasa malu di Bukit Hijau, Aceh Barat Daya.

“Ngapain sih, Kak, orang di kota ini tidak ada yang hobi membaca. Cobalah saja, sampai rambut memutih, buku yang dibawa ini tidak akan pernah dibaca.” Kata Randa suatu ketika.

Keukeh, sifat itulah yang dimiliki Nita untuk mengajak Randa, sehingga membuat Randa ikut keukeh juga dan ikut serta tanpa berhenti meski sesekali ia ingin menikmati hidupnya sebagai seorang belia yang masih suka bersenang-senang dan berfoya-foya.

Kegiatan pertama membuka lapak baca pun mereka jalankan, di tengah suasana pantai yang terlihat ramai. Seorang belia bernama Randa itu, meski masih canggung, sangat bersemangat membantu menyusun buku-buku yang dibawa dari rumah bersama Nita, sang kakak. 

Hari itu hanya ada Nita, Randa dan satu pengunjung. Awalnya langit hanya menampakkan mendung. Namun, saat jam menunjukkan pukul 17.30 menjelang malam, hujan turun perlahan, gerimis tiba bersama orang yang terus berlalu-lalang. Ketika sedang beres-beres, seorang bapak berhenti untuk bertanya tentang lapak jenis apa yang sedang digelar mereka itu. Setelah diberi penjelasan, bapak itu berkata, "Tak ada banyak waktu untuk membaca, sekarang pun hujan". Kemudian bapak itu bertanya; hari apa buka lagi dan jam berapa?

"Minggu sore, Pak, Insya Allah setiap pukul 16.30 sehabis Ashar, hingga menjelang malam, Pak. Kira-kira pukul 18.00.”  Setelah berucap terima kasih, si bapak langsung berlalu begitu saja. 

Minggu selanjutnya, Randa masih ikut bersama Nita. Sekarang Randa malah menjadi lebih bersemangat. Baru pukul 15.00 WIB, ia sudah bertanya apakah hari ini akan melapak buku. Peristiwa melapak kali ini ternyata menjadi salah satu motivasi untuk Randa terus ikut dalam kegiatan BukLing (Buku Keliling) Sigupai Mambaco. 

Masih menggunakan motor, tikar dan dua tote bag berisi buku serta keranjang mamak yang dibajak untuk difungsikan sebagai rak, sudah siap berangkat. Sesampainya di pantai, Randa mengatur buku sebagaimana biasa.  Lalu, ia duduk sambil mengambil sebuah buku dan ia pun membaca sembari menunggu orang-orang yang berkunjung.

Kegiatan Nita dan Randa itu dianggap jualan oleh banyak orang. Karena, Kota Blangpidie dikenal dengan “kota dagang” sehingga tidak heran jika sikap orang yang berada di sana masih seperti 100 tahun lalu yang menganggap kegiatan lapak baca Nita dan Randa adalah sebuah lapak penjualan buku.

 “Bang, berapa buku ini dijual?” seorang  anak kecil berumur kira-kira tujuh tahun membuyarkan konsentrasi bacaan Randa.

“Tidak dijual, Dik. Ini untuk dibaca gratis.”

“Boleh duduk di sini?” ucap si anak itu sembari tangannya menunjuk pada tikar. 

Randa pun mengangguk.
..........................
Kisah lengkap "Yang Belia, yang Ikut Serta" dapat anda baca di buku Para Pejuang Literasi.
Para Pejuang Literasi.


Posting Komentar untuk "Yang Belia, yang Ikut Serta"