Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

settia

Fajar yang Tak Kunjung Temukan Pagi

 “Bu Guru Fatimah dan Bu Guru Anjar mendatangi kepala TK untuk meminta ijin menggunakan gudangnya untuk dijadikan taman baca agar lebih bermanfaat. Keduanya pun mendapatkan ijin dari kepala TK. Mereka semakin bersemangat dan langsung merapikan gudang itu. Bahkan, dengan menggendong anaknya yang masih balita Bu Guru Fatimah tetap turun tangan untuk ikut membantu bekerja.”

- Muhammad Wasni -

Fajar yang Tak Kunjung Temukan Pagi

Pra Mula

Ilmu pengetahuan bagaikan berkas sinar mentari yang selalu ditunggu kedatangannya setiap pagi. Cahayanya akan menuntun kaki para petani menemukan jalan di sela-sela rerumputan pematang sawah di setiap pelosok negeri. Dengan pengetahuan pula para petani mampu teredukasi tentang cara menanam padi agar lumbungnya tetap terisi. 

Pada langkah berikutnya, ilmu pengetahuan juga tidak hanya sebagai penuntun kaki menemukan dan melewati jalan menuju kemudahan dalam menjalani kehidupan, tetapi juga sebagai energi yang luar biasa kuat untuk mendorong semangat memperbaiki kualitas hidup serta kemajuan untuk meningkatkan pola berpikir yang lebih kreatif dan mengerti cara berinovasi sehingga terentas dari pola “kejadulan” yang bisa mengakibatkan kelompok masyarakat di wilayah tertentu menjadi tertinggal dari kelompok yang lain.

Tentunya sudah kita sepakati bersama bahwa pintu ilmu pengetahuan yang paling utama adalah bangku sekolah. Dari bangku sekolah inilah para petani yang membajak dalam sunyi berpikir untuk lebih menghemat waktu dan energi sehingga mereka mulai beralih pada mesin agar lebih cepat dalam menuai padi. Namun, kita juga pasti sependapat bahwa sumber utama dari ilmu pengetahuan yang didapatkan di bangku sekolah adalah buku. 

Di sinilah pra mula dari semuanya. Kesadaran serta kebiasaan akan pentingnya membaca menjadi masalah tersendiri di negeri ini. Masalah ini sudah mengakar pada setiap generasi dan tak kunjung menemukan solusi. Ibarat sinar matahari yang ditunggu, ia selalu tertutup mendung sehingga tak mampu untuk memberikan nutrisi pada setiap batang padi.

Pada keadaan seperti ini, para pejuang literasi sangat dibutuhkan untuk beraksi di setiap lini dan sudut-sudut negeri ini. Upaya keras mereka adalah salah satu cahaya harapan yang sangat dinanti untuk menghangatkan semangat para “kaum petani” dalam belajar mencintai dunia literasi.

Dua Kumala di Dusun Kumalabaru

Kumalabaru adalah sebuah dusun kecil yang terdapat di Pulau Bawean, sebuah pulau kecil yang hanya memiliki dua kecamatan dan letaknya jauh terdampar di tengah lautan sebelah utara Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Sebagai sebuah dusun kecil di kepulauan yang jauh dari hingar bingar perindustrian, tentunya kita sudah bisa menebak bagaimana pola kehidupan masyarakat di sana. 

Mayoritas masyarakat Kumalabaru bekerja sebagai petani yang hasil sawahnya tidak dijual dalam kuantitas besar pada cukong-cukong atau pengepul yang punya gudang-gudang raksasa. Para petani di sana hanya menjual hasil panennya sesuai kebutuhan biaya harian untuk keluarga sendiri. Namun demikian, jangan dibayangkan bahwa kehidupan masyarakat di dusun ini dan seluruh kehidupan di Pulau Bawean pada umumnya adalah kehidupan yang primitif. Masyarakat di sana sangat dekat dengan kemajuan teknologi yang berkembang. Sepeda motor, mobil, televisi, komputer, laptop, gadget dan simbol-simbol alat-alat modern lainnya merupakan hal yang biasa di Pulau Bawean dan tentunya begitu pula untuk masyarakat Kumalabaru. 

Satu hal yang spesial dari Dusun Kumalabaru adalah banyaknya sarjana dari berbagai perguruan tinggi di daratan Jawa. Banyak pemuda dan pemudi lulusan SMA atau Madrasah Aliyah yang kemudian melanjutkan pendidikan tinggi ke Pulau Jawa. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya banyak cendekiawan yang lahir dari Dusun Kumalabaru. Tapi pertanyaannya, apakah mereka mampu membangun dusun mereka? Sayang seribu sayang, orang-orang terpelajar itu kebanyakan enggan untuk kembali dan membangun tanah kelahiran mereka sendiri.
.......................
Kisah lengkap "Fajar yang Tak Kunjung Temukan Pagi" dapat anda baca di buku Para Pejuang Literasi.
Para Pejuang Literasi.


Posting Komentar untuk "Fajar yang Tak Kunjung Temukan Pagi"