Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

settia

Taufik Hidayat: Pejuang Literasi dari Kota Tape

 “Gerobak Kopi Literasi milik Taufik pun mengalami pasang surut. Pernah suatu ketika Taufik hampir mengalami kebangkrutan. Dia hampir jatuh pailit. Itu semua terjadi saat Taufik terlalu fokus dan asyik mengurusi Gerobak Kopi Literasi-nya.”

- Abduh -

Taufik Hidayat: Pejuang Literasi dari Kota Tape

Namanya memang tidak semasyhur para tokoh pejuang literasi angkatan tua semacam Tan Malaka dan Pramoedya Ananta Toer, serta tidak terkenal seperti esais terkemuka semacam Goenawan Muhammad dan pewarta senior Jawa Pos, Dahlan Iskan, yang kiprahnya tak perlu dipertanyakan lagi. Tapi, kiprah Taufik Hidayat layak ditulis sebagai prasasti untuk mengapresiasi pengabdiannya dalam dunia literasi.

Taufik Hidayat yang akrab disapa Mas Taufik adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Semua kakaknya memiliki aktivitas yang berbeda. Ada yang kompeten di bidang entrepreneurship, dan ada yang kompeten di bidang desain Vektor. Sedangkan ia sendiri hari ini kompeten dalam dunia literasi.

Sebelum jatuh cinta pada dunia literasi, Taufik adalah anak muda yang memiliki tekad kuat dalam mengadu nasib di Sumatera Barat, yaitu di daerah Padang. Sejak tahun 2007, ia memulai hidupnya di perantauan. Di perantauan inilah Taufik terbentuk menjadi sosok yang cinta literasi. Ia mulai suka membaca buku, itu pun lantaran dipengaruhi temannya yang bernama Michael Tawalujan yang memiliki kebiasaan baca buku setiap sehabis kerja. Sejak itulah Taufik ikut serta mengoleksi dan suka membaca buku. Bisa dibilang ini awal kecintaannya terhadap buku dan literasi. Karena sebenarnya Taufik bukan tipikal anak muda yang senang literasi saat masih SMA. 

Di perantauan, Taufik juga menemukan belahan hatinya. Tak terbayangkan olehnya ketika melihat Sumatera Barat yang kental akan budaya dan adat istiadat, akan menerima Taufik sebagai pemuda asal Jawa. Inilah hebatnya dia. Barangkali kecerdasan dan kepiawaiannya dalam bersikap, serta integritas yang melekat pada dirinya telah meluluhkan orang-orang di sekitarnya. Itulah kenapa ia kemudian diterima saat meminang gadis Minangkabau. Padahal, untuk meminang gadis di tanah Minang itu harus jelas sukunya. Tidakkah cukup Buya Hamka dengan novelnya yang berjudul "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" menggambarkan kondisi kokohnya tradisi Minang dalam hal perjodohan? Ya, Zainudin tokoh utama dalam novel tersebut gagal mendapatkan belahan jiwanya yaitu Hayati. Karena Zainudin dianggap tidak memiliki ikatan suku di tanah Minang, dan cintanya berakhir kandas. Tapi tidak pada Taufik. Ia malah dibaiat menjadi salah satu anggota suku yaitu suku Melayu. Maka dari inilah ia berhasil meminang gadis dari suku Kampay. Itu semua berkat sikap dan integritas yang Taufik miliki.

Pada tahun 2012, Taufik pulang ke kampung halamannya, yaitu Kota Tape (Bondowoso). Kehidupannya yang masih terbilang tidak mapan membuat Taufik bertahan hidup secara nomaden. Ia berpindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya. Keadaan itu mengiringi kisah cintanya bersama istri dan anak gadisnya.

Dua tahun setelah pulang dari Sumatera Barat, Taufik memilih untuk mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Islam ternama di kotanya. Walaupun sudah memiliki seorang istri dan anak, Taufik tidak patah arang untuk tetap belajar, dan kesempatan menjadi mahasiswa itu benar-benar ia maksimalkan untuk belajar dan menyalurkan kegemarannya dalam dunia literasi. 

Aktivitas ekonomi yang dilakukan dengan berjualan aksesoris keliling tak membuatnya absen untuk membaca buku dan belajar serta mengerjakan tugas kuliah. Barangkali karena Taufik telah biasa menghadapi kerasnya hidup sehingga ia mampu melakukan aktivitas sepadat itu. Dari hasil jualannya itu, hati Taufik tergerak untuk mengumpulkan sedikit uangnya untuk membeli buku. Bukan tanpa sebab, semua itu dilatarbelakangi oleh keresahannya terhadap kondisi literasi yang sangat minim di daerahnya. Jangankan taman baca, perpustakaan milik daerah dan kampusnya pun secara kapasitas ketersediaan buku sangat tidak memadai. 

Kecintaannya kepada literasi semakin menguat. Buku yang menjadi kebutuhan di kampusnya serta yang telah lama menjadi teman hidupnya kian ia kumpulkan. Ia semakin giat bekerja dan mengumpulkan uang untuk membeli buku lebih banyak lagi.

.....................

Kisah lengkap "Taufik Hidayat: Pejuang Literasi dari Kota Tape" dapat anda baca di buku Para Pejuang Literasi.
Para Pejuang Literasi


Posting Komentar untuk "Taufik Hidayat: Pejuang Literasi dari Kota Tape"